Cara menghitung pajak bumi dan bangunan, sebuah usaha yang berjalan pasti memerlukan lokasi fisik sebagai pusat operasi untuk menjalankan suatu usaha tersebut. Pada dasarnya, sebuah perusahaan membutuhkan biaya pengeluaran agar bisnis atau usahanya dapat berjalan di lokasi tersebut secara legal atau sah secara hukum. Biaya yang diperlukan tersebut adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sebagai perusahaan yang berdiri di lokasi tertentu wajib untuk membayarkan gedung atau tanah yang dimanfaatkan untuk kegiatan usahanya melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan?
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan sebuah biaya yang harus disetorkan atas keberadaan tanah dan bangunan yang memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang ataupun badan. Karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bersifat kebendaan, maka besaran tarifnya ditentukan dari keadaan objek bumi atau bangunan yang ada.
Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Definisi dari objek Pajak Bumi dan Bangunan (objek PBB) sendiri merupakan tanah atau bangunan yang wajib untuk dipungut pajak. Objek bumi dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:
- Sawah
- Ladang
- Kebun
- Tanah
- Pekarangan
- Tambang
Sedangkan, untuk objek bangunan dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:
- Rumah tinggal
- Bangunan usaha
- Gedung bertingkat
- Pusat perbelanjaan
- Pagar mewah
- Kolam renang
- Jalan tol
Definisi dari subjek Pajak Bumi dan Bangunan (subjek PBB) merupakan orang pribadi atau badan yang secara sah dan nyata memiliki hak atas bumi, memperoleh manfaatnya, memiliki dan menguasai bangunan tersebut, serta merasakan manfaatnya.
Bukan Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setelah mengetahui apa saja yang menjadi objek dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sebenarnya tidak setiap tanah dan bangunan yang ada dapat menjadi objek dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), ada beberapa juga yang tidak masuk ke dalam objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaannya:
1. Dipergunakan untuk kepentingan umum dan tidak memperoleh keuntungan di bidang:
- Sosial
- Ibadah
- Kesehatan
- Kebudayaan
- Pendidikan
- Sejarah
2. Dipergunakan untuk menjaga flora dan fauna:
- Hutan suaka alam
- Hutan lindung
- Taman nasional
3. Dipergunakan oleh perwakilan negara atau organisasi internasional:
- Konsulat
- Kedutaan
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada dasarnya diatur dalam beberapa Undang-Undang di Indonesia, yaitu:
- Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 1985 terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mengatur semua tentang pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang menjelaskan:
- Bahwa pemerintah kabupaten atau pemerintah kota memiliki wewenang dalam melakukan pemungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor pedesaan dan perkotaan (PBB-P2)
- Bahwa pemerintah atau pusat memiliki wewenang terhadap sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB-P3)
Dasar Pengenaan atas Pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sebagai dasar pengenaan pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat disebut Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan dihitung berdasarkan harga rata-rata atau harga pasar pada saat melakukan transaksi jual beli. Dasar pengenaan pungutan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu)
Namun, setiap daerah memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berbeda-beda dikarenakan adanya pengaruh dari beberapa dasar penetapan untuk objek bumi dan bangunan, yaitu:
- Bahan yang digunakan dalam bangunan tersebut
- Letak
- Rekayasa
- Kondisi lingkungan
- Pemanfaatan
- Peruntukan
Cara Menentukan Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Terdapat 3 tahap yang dilakukan dalam menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu:
1. Menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Definisi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sendiri merupakan besarnya harga atas objek baik bumi maupun bangunan atau dapat dikatakan pula sebagai harga untuk properti tanah dan bangunan. Sebelum menghitung berapa besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan, maka langkah pertama harus mengetahui terlebih dulu harga dari tanah dan bangunan tersebut.
2. Menentukan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan suatu dasar dari penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai nilai jual objek yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan pajak yang terutang. Berikut ini merupakan ketentuan persentase dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan:
- 40% (empat puluh persen) untuk perkebunan
- 40% (empat puluh persen) untuk pertambangan
- 40% (empat puluh persen) untuk kehutanan
- Sedangkan bagi objek pajak lainnya seperti pedesaan dan perkotaan dapat dilihat dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yaitu: 40% (empat puluh persen) untuk nilai lebih dari Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), sedangkan 20% (dua puluh persen) untuk nilai kurang dari Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Kembali dengan mengacu pada uraian dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut, maka untuk menghitung Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah dengan mengalikan persentase dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) tersebut dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Rumusnya adalah sebagai berikut:
NJKP = % NJKP X NJOP
3. Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setelah mengetahui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), maka dapat langsung menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan menggunakan rumus berikut ini: PBB = 0,5% X NJKP
Dasar hukum atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), pemerintah resmi menaikkan tarif PBB atau Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Merujuk Pasal 41 UU HKPD, besar tarif PBB-P2 paling tinggi 0,5%. Sedangkan tarif PBB-P2 berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya. Tarif PBB-P2 ini nantinya akan ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan Daerah (Perda) di masing-masing daerah
Contoh Soal :
Mr. Asahi merupakan seorang dosen dan beliau mempunyai properti rumah seluas 100 meter persegi dengan nilai Rp1.000.000 per meter. Rumahnya berdiri di atas tanah dengan luas 150 meter persegi dengan nilai Rp1.200.000 per meter. Bagaimana perhitungan PBB atas Mr. Asahi?
Jawab :
Nilai Rumah = 100 x Rp. 1.000.000= Rp. 100.000.000
Nilai Tanah = 150 x Rp. 1.200.000= Rp. 180.000.000
NJOP = Rp. 100.000.000 + Rp. 180.000.000= Rp. 280.000.000
NJKP = 20% x Rp. 280.000.000= Rp. 56.000.000
Maka, Nilai Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayar Mr. Asahi adalah:
0,5% x Rp. 56.000.000 = Rp. 280.000.
Komentar