Dasar Pokok Mazhab Imam Syafi’i

Imam Syafi’i adalah orang pertama yang mengarang ilmu ushul fikih, maka sudah pasti dasar pokok yang menjadi pijakan mazhabnya tampak jelas, dengan merujuk pada kitab-kitab serta persoalan-persoalan fikihnya, maka tampak terlihat jelas bahwa dasar-dasar pokok madzhab  Imam Syafi’I yaitu  Al-Qur’an,  As- Sunnah, ijma, qiyas, istishhab, urf (tradisi), fatwa para sahabat, istiqra,  dan  aqall  ma  qiila.

Adapun  penjelasan  masing-masing dasar pokok tersebut ialah sebagai berikut :

Dasar Pokok Al-Qur’an

Al-Qur’an Al-Karim merupakan sumber  tasyri’  pertama  menurut  ahli  ushul  dan  fuqaha.  Tidak  ada  seorang pun  dari kaum muslimin yang memiliki pandangan bberbeda dalam hal itu. Hanya aja. Ada beberapa perbedaan pada beberapa aspek yang berkaitan dengan Al-Qur’an serta penjelasan sikap Imam Syafi’i.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-An’am : 19

قُلْ اَيُّ شَيْءٍ اَكْبَرُ شَهَادَةً ۗ قُلِ اللّٰهُ ۗشَهِيْدٌۢ بَيْنِيْ وَبَيْنَكُمْ ۗوَاُوْحِيَ اِلَيَّ هٰذَا الْقُرْاٰنُ لِاُنْذِرَكُمْ بِهٖ وَمَنْۢ بَلَغَ ۗ اَىِٕنَّكُمْ لَتَشْهَدُوْنَ اَنَّ مَعَ اللّٰهِ اٰلِهَةً اُخْرٰىۗ قُلْ لَّآ اَشْهَدُ ۚ قُلْ اِنَّمَا هُوَ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ وَّاِنَّنِيْ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya? katakanlah” Allah, Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu  aku  memberi  peringatan  kepadamu  dan  kepada orang yang sampai (Al-Qur’an kepadanya). Dapatkah kamu benar-benar bersaksi bahwa ada tuhan-tuhan lain bersama Allah? ”katakanlah,”sesungguhnya   hanyalah   dialah   tuhyan yang  Maha  Esa  dan  aku  berlepas diri dari  apa  yang  kamu persekutukan (dengan Allah).

Dasar Pokok As-Sunnah

Imam Asy-Syafi’i dijuluki dengan Nashir As-Sunnah pembela Sunnah, maka sudah pasti sunnah baginya merupakan hujjah, dalil syar’i serta salah satu sumber tasyri. Dalam kitab-

kitabnya   beliau   banyak   mengemukakan   dalil-dalil tentang kehujjahan sunnah, mendebat orang yang tidak mengakuinya kehujjahannya, membantah pendapat mereka serta menjawab klaim  mereka.

Beliau menegaskan pula pengambilan hadist ahad dan mengemukakan hujjah tentangnya. Imam Syafi’i memiliki   sikap   tersendiri   berkait   berhujjah   dengan   hadits mursal. Mursal menurut terminilogi ahli hadits adalah bila seorang tabi’in menggugurkan perawi yang menjadi penengah antara dirinya  dengan  Rasulullah,  lalu ia  berkata. Rasulullah SAW bersabda begini, sebagaimana yang dilakukan oleh Sa’idd bin Al-Musayyib, Makhul, Ibrahim An-Nakha’i, Hasan Al- Bashri dan yang lainnya.

Baca Juga  Memahami Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah

Imam Syafi’i berpendapat boleh berhujjah dengan hadits mursal, akan tetapi ada syarat-syaratnya. Jika salah satu syaratnya terpenuhi, maka boleh berhujjah dengannya. Berikut ini syarat-syaratnya:

  1. Al-Mursil (tabi’in yang menisbatkan hadits langsung kepada Nabi tanpa menyebutkan sahabat. Adalah salah seorang tabi’in.
  2. Hadits tersebut  diriwayatkan  dari  jalan  yang  lain  secara mursal juga.
  3. Jika hadits tersebut diriwayatkan  melalui  jalur  lain  secara mursal yang diketahui dari selain rawi hadits mursal yang pertama.
  4. Jika didukung oleh fatwa sahabat.
  5. Jika didukung oleh fatwa kebanyakan ahli ilmu.
  6. Jika  diketahui   kondisi   Al-Mursal, bahwa   ia   tidak meriwayatkan secara mursal dari perawi yang mengandung cacat, misalnya bodoh atau yang lain, seperti hadits-hadits yang diriwayatkan secara mursal oleh Ibnul Musayyib.[3]

Dasar Pokok Ijma

Ijma merupakan hujjah menurut Imam Syafi’I, dalam dalam kitab Ar-risalah-nya beliau berkata: Memutuskan berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah yang disepakati yang tidak ada ikhtikaf di dalamnya. Oleh karena itu, kami mengatakan, kami telah memutuskan berdasarkan kebenaran secara lahir dan batin, memutuskan berdasarkan sunnah yang diriwayatkan dari jalur   perorangan   (khabar   ahad),   dan   orang-orang tidak bersepakat atasnya, maka kami katakan, kami telah memutuskan berdasarkan kebenaran secara lahir, sebab kesalahan mungkin terjadi pada orang yang meriwayatkan hadits, kami juga memutuskan berdasarkan ijma’ kemudian qiyas’ dan ia (qiyas) lebih lemah dari ini, sebab qiyas tidak sah ketika ada khabar, sebagaimana tayamum diperbolehkan untuk bersuci ketika ada air,  jadi  ia  (tayamum)  hanya  bisa  digunakan  untuk  bersuci ketika dalam keadaan susah mencari air.

Dasar Pokok Qiyas

Imam Asy-Syafi’i beralih kepada berhujjah dengan qiyas pada peristiwa yang tidak ada dalilnya dari kitab, sunnah, atau ijma, beliau telah menuliskan dalam kitab Ar-Risalah satu fasal utuh  yang  mengulas  tentang  qiyas,  kehujjatannya  dan  orang yang   berhak   melakukan   qiyas.

Sebelumnya   kami   telah mengulas  tentang  dalil-dalil  kehujjatan  qiyas  ketika menjelaskan ushul mazhab Hanafiyah. Oleh karenanya tidak perlu kami ulangi lagi di sini. Hanya saja, Imam Asy-Syafi’i boleh memberlakukan qiyas dalam hudud dan kafarat, berbeda

Baca Juga  FC Vion Banjir Follower Setelah Egy Maulana Fikri Resmi Bergabung

dengan kalangan Hanafiyah yang tidak membolehkannya.

Dasar Pokok Istishhab

Syihabuddin Az-Zanjani Asy-Syafi’i mendefinisikan istishhab dengan ungkapannya menarik konklusi bahwa tidak adanya dalil yang menunjukan pada penafian hukum, atau tetap memberlakukan sesuatu yang telah ditetapkan dengan dalil.

Macam-macam istishhab Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa istishhab ada empat macam yaitu :

  1. Istishhab hukum  Al-Bar’ah  Al-Ashiliyah  (memberlakukan kebebasan asal).
  2. Istishhab tetap  memberlakukan  dalil  yang  bersifat  umum sampai ada yang mengkhususkan dan istishhab dengan nash sampai ada yang menaskah.
  3. Istishhab yang   menurut   syara   hukumnya   tetap   dan berlangsung terus seperti hal kepemilikan setelah melakukan akad milik dan memikul tanggungan ketika bseseorang telah melakukan pengrusakan atau karena ada kewajiban.
  4. Istishhab  hukum   yang   ditetapkan   dengan   ijma   tetapi keberadaan ijma itu diperselisihkan dan tidak sah.

 

Dasar Pokok Fatwa Sahabat

Ada perbedaan nukilan dari Imam Asy-Syafi’i terkait berhujjah dengan fatwa sahabat. Imam Asy-Syarizi dalam At- Tabshirah  berkata  apabila  seseorang  sahabat  mengeluarkan fatwa  dan  tidak  tersebar  maka  hal  itu bukanlah  hujjah.  Dan mendahulukan qiyas daripadanya dalam qaul jadidnya.

 

Dasar Pokok Istiqra

Istiqra secara etimonologi adalah Istiqra berkata ia diambil dari  perkataan  qara’tu  asy-syai  qur’anan  yang  berarti mengimpun dan menggabungkan sebagai dengan yang lainnya, sebagaimana  diceritakan  oleh  Al-Juhairi  dan  yang  lainnya. Istiqra secara terminologi Al-Jurjani dalam kitab At-Ta’riifat berkata istiqra adalah hukum universal yang berasal dari sebagai besar cabang-cabangnya.

Dasar Pokok Al-Akhdzu bi Aqallu ma Qila (mengambil target minimal atau terendah dari suatu ukuran yang diperselisihkan).

Ibnu As-Sam’ani mendefinisikannya dengan, hakikatnya adalah para ulama memiliki banyak pendapat tentang ukuran atau kadar sesuatu, lalu diambil pendapat yang paling sedikit selama tidak ada dalil yang menunjukan penambahan.

Dasar Pokok Urf’

Imam Asy-Syafi’i menjadikan urf sebagai dalil orang yang mengkaji persoalan-persoalan cabang menurut Syafi’iyah akan melihat bahwa banyak di antaranya yang dikembalikan pada urf seperti masalah tempat penyimpanan harta dan yang lain.

Komentar